Mengikhlaskanmu

Sebuah Cerita Pendek, yang Kenyataannya Panjang

Mari kembali pada hari Jum'at, 3 Augustus 2018 lalu. Kala itu, adalah awal kita bertemu kembali. Memulai keakraban lagi. Rasanya sedikit tidak percaya. Setelah banyak ketidakmungkinan yang saya kira. Tanpa sadar setelah hari itu pula, kamu mulai masuk disatu dari sekian banyak do'a yang saya panjatkan pada Tuhan. Entahlah memang skenario Tuhan tak dapat dipahami nalar. Saya tau jiwamu masih sakit dan ingin merangkak pulih. Saya yakini hati kecil mu pun berniat menjadi dirimu yang lebih baik. 
Seiring berjalannya waktu, banyak penerimaan yang saya sepakati. Banyak pertanyaan yang mengendap. Banyak hal mudah menjadi tak terarah. Semakin lama semakin rumit. Salah saya. Saya yang salah. Tidak dapat menyelami setiap sisimu. Tidak dapat mendalami semua inginmu. Tapi tunggu, saya sendiri pun bahkan tidak dapat menyelami diri saya sendiri ternyata. Sangat menyedihkan, tapi orang lain tak akan paham. Saya berusaha ingin membahagiakan orang lain tanpa memikirkan dan mendengarkan isi hati saya sendiri. Saya tak tau arah. Saya kehilangan diri saya sendiri lagi dibalik keinginan membahagiakan orang yang saya kasihi. Jangankan keluarga, teman dan kamu. Saya pun gamang, bingung dan entahlah kehilangan diri saya yang sesungguhnya. Disalahkan, dibandingkan atau bahkan dicemooh, semua saya nikmati sendiri sedari kecil. Ternyata semua itu menjadi residu yang membuat saya sering menangis tersedu. Sekali lagi, tak akan pernah ada yang paham rasanya jadi saya. Porsi saya dalam mencintai diri saya sendiri pun rasanya amat sangat sedikit. Tidak tepat ternyata membersamai saya yang jiwanya terluka sedari lama. 
Ternyata bukan saya orangnya. Bukan saya orang yang seharusnya ada untuk menyemangatimu. Maaf. Mohon maaf.
Saya adalah orang yang paling tidak bisa diandalkan dikala sedihmu, dikala sakitmu, hancurmu. Saya tak menolong. Kasih sayang saya teramat palsu bagimu. Tak apa, cukup Tuhan yang tau sedalam apa rasanya. 
Saya hanya memperburuk kondisi mu. Sulit bagi saya mengerti segala ingin mu. Kita hidup dalam ketidak jelasan. Semuanya bias. Tak jelas condongnya. Saya rasa lebih byk pada jalan yang Tuhan tidak suka. Sejak awal mengenal lagi saya ingin sekali hidup bersama kamu. Tapi ternyata sulit. Sangat sulit jalan kita. Lama sudah berjalan ternyata tak satu tujuan. Apapun menjadi rumit. Semuanya kamu anggap palsu. Mungkin kamu pun begitu pada saya. 
Sekarang saya mengikhlaskan semuanya. Saya ikhlas untuk kita saling melepaskan. Sulit sekali menulis kalimat sebelum ini. Rasanya teramat berat. Rasanya tak mudah untuk menyampaikan ini semua. Benar saya masih cinta. Namun saya kira tak begini adanya. Selalu mengulang pola saling tersakiti satu sama lainnya.
Tapi saya ikhlas dengan semua yg terjadi. Jalan kita tak Tuhan restui. Semuanya menjadi rumit dan sulit. Seharusnya waktu kamu membentak saya yang kedua kalinya didalam mobil malam itu dan melontarkan kalimat "kalau kamu tak mau mengerti, saya akan memilih yang lain" seharusnya sedari itu saya merelakan kamu. Teramat pedih dan menyakitkan mendengar itu. Terasa teriris dan tak diingini. Tapi saya bertahan karena benar-benar ingin membersamai kamu. Saya tetap pada pilihan saya. Tapi Tuhan punya kehendak. 
Mohon maaf ya a. Saya betul-betul minta maaf. InsyaAllah saya pun memaafkan semua hal yang menyakiti hati saya sepedih apapun itu. Yang saya pahami kita harus sadar betul bahwa.. 
Kita dikaruniai jiwa dan raga olehTuhan adalah untuk bertanggung jawab penuh pada diri kita sendiri. Nyatanya tidak ada kewajiban bagi saya untuk membahagiakan orang lain diluar diri saya pribadi. 
Lalu menjaga mati-matian semangat kamu untuk hidup dan mencintai diri kamu sendiri. Itu tanggung jawab kamu sepenuhnya ternyata.  Sedang kamu sang pemilik jiwa yang di amanati Tuhan untuk menjaga raga itu seutuhnya, malah dengan mudah molantarkan semangat untuk mati. Jujur membuat saya frustasi. Apalagi kamu. Saya tau lebih dari itu.. 
Memang saya tak paham apa yang kamu rasa seutuhnya, walau sekuat apapun usaha untuk mencoba mengerti,  tetap saja tidak tepat pada akhirnya. Tetap saja terasa palsu. Karena kamu pun tak memberi tau jelas apa inginmu. Kemudian kamu menyalahkan orang-orang sekeliling mu, padahal hati kecil mu tau betul betapa banyak yg dikorbankan untuk dirimu. Bahkan diri kami sendiri sangat rela kami korbankan untukmu. Bergantung harap pada makhluk yang jiwanya sendiri terluka adalah hal yang tidak tepat. Ya, adalah saya. Jiwa yang berniat membantu mu. Dan ingin sama-sama bertumbuh. 
Ini bukan salah kamu. Ini takdir kita. 
Saya rasa saya sudah melakukan usaha terbaik saya pada awalnya. Tak terasa bagimu mungkin, karena terlalu banyak kurangnya saya dihadapmu. Memang saya tak becus! 
Mencoba sebisa mungkin melaksanakan peran saya sebagai manusia yang ingin membahagiakan kamu. Bahkan perasaan saya sendiri sering saya abaikan. Begitupun kamu yang sudah melakukan berbagai cara untuk kebahagiaan saya. Terima kasih ya. Bukan salah mu memang. Ini salah saya seutuhnya. 
Yang tertanam di hati saya hanya berniat membantu mu bangkit, meraih jalan yang lain dari sebelumnya. 
Dengan cara saya. 
Dari awal lagi, saya ingin memulai lagi dari nol bahkan saya coba kubur sepedih apapun luka dan sakit yang kerap menjangkit. 
Saya berniat menempuh jalan ini bersama kamu, bukan karena kamu semata. Tapi saya niatkan semuanya demi Tuhan kita. 
Walau ternyata dalam pikirmu, saya adalah racun yang perlahan mematikan hidupmu, begitu kan anggap mu ?! Sakit sekali membaca tulis2an itu. Salah besar ya membersamai saya. 
Tidak ada yang tau betapa depresinya saya. Rasanya tak ingin mempertanyakan apapun lagi. Saya menutup mata dari apapun. Saya menutup mata hingga terasa hampir buta. Mungkin memang saya yang salah. Saya tidak sesuai dengan standar pengertian mu. 
Rasanya begitu tidak berharga, seperti tidak ada nilainya jiwa yang diberikan Tuhan ini dihadap mu. Ternyata saya salah, saya amat salah.  Berusaha mengambil peran Tuhan dan dirimu sendiri. Peran saya tak mungkin menyelamatkan hidupmu, karena memang bukan saya org yang tepat. Dan kamu yang harusnya berperan disana. Tentunya dengan kasih sayang Tuhan mu yang selalu memberikanmu kesempatan. 
Tuhan mu sangat baik, amat sangat baik. Memberikanmu potensi yang luar biasa, rezeki yang teramat banyak. Hanya syukur mu yang kurang banyak. Jauh dibanding kasih sayang Tuhan mu yang banyak. Mungkin kamu kurang meresapi itu. 
Saya hanya ingin melihatmu hidup dengan damai, sungguh. Meraih sinyal-sinyal kasih sayang dan kebaikan dari Tuhan mu. 
Tak akan pernah terbayangkan memang ada diposisimu, tapi kamu pun tak pernah mencoba merasakan ada pada posisi saya. Terseret melawan rasa dan bekas luka demi semuanya agar tetap terjaga.  
Ternyata memang bukan saya orang yang tepat untuk kamu. 
Saya yakin kamu orang yang sangat baik, hanya saja sempat terjebak dilingkungan yang salah dan sempat tersesat dalam suatu yang menjerumuskan mu. "Jangan nakal lagi ya a" kalimat yang saya ucapan beberapa kali dengan nada getir. Tapi saya yakini kamu baik!
Saya sangat yakin, kamu akan berubah menjadi jauh lebih baik. Amat sangattt lebih baik sekali. Namun tanpa saya. 
Saya yang seolah selalu membawa luka dalam sakitmu :') 
Saya juga yakin hati kecil mu pun merindukan dirimu yang baru. Sebaik-baiknya dirimu yang tidak pernah kamu bayangkan sebelumnya. 
Semua itu akan terjadi atas kehendak dan dorongan dari diri kamu sendiri serta kasih sayang Tuhan mu. 
Saya hanya bisa mendo'akan. Terdengar klasik ya! 
Sungguh hanya do'a terbaik untuk mu yang dapat saya panjatkan. 
Terima kasih banyak ya... 
Sungguh kamu sangat berarti bagi saya. Menghadapkan saya pada rasa-rasa yang tak pernah saya duga sebelumnya. Teringat betapa bahagianya bisa berbagi bersamamu, kepada mereka yang membutuhkan sekotak makan siang di setiap jumat kala itu. Kemudian kita di do'akan oleh seorang bapak dilampu merah "terimakasih, semoga sakinah mawadah warahmah" ujarnya. Lucu dan membahagiakan mendengar do'a-do'a tulus tercurah kala itu. 
Banyak rasa bahagia, luka, kecewa, sedih dan lainnya yang saya dan kamu rasa. 
Tak mengapa kamu anggap kata-kata ini bualan atau bahkan kata-kata sok bijak semata. 
Terima kasih banyak ya atas segalanya. Kamu orang baik. Kamu berhak bahagia. Begitupun dengan saya. 
Rasanya sesak sekali menulis ini, karena teringat luka-luka yg sempat merapat. Sulit sekali mengkondisikan hati dan jemari. Sangat tidak mudah bagi saya.. 
Tapi saya harus yakini ini demi kebaikan kita. 
Mengikhlaskan mu.. 
Rasanya bukan hal yang baru bagi saya 
Begitu pun kamu.. 
Kita pernah sama-sama mengikhlaskan 
Kamu mengikhlaskan saya menemukan jalan saya sendiri 
Dan pun saya mengikhlaskan kamu bahagia dengan wanita pilihanmu.. 
Terasa berat memang.. 
Merasa sangat disia-siakan... 
Tapi saya bisa ternyata.. 
Saya bisa lalui itu semua.. 
Walaupun pada akhirnya kamu dan saya ada disatu set yang sama lagi.. 
Sedihnya... kali ini saya merelakan yang kedua kali dalam rasa kegagalan
Gagal lagi meraih mimpi bersamamu 
Gagal membangun yang diharap lagi
Kini kita mengulang pola yang sama
Sama-sama harus berlapang dada dan ikhlas atas kehendak Tuhan kita.. 
Semoga Allah memaafkan segala salah kita 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menganalisis Informasi Teknologi MICE

Curhat dulu !! haha

Jangan Mati Sebelum Berarti!